
Kopi Pagi: Algoritma Secangkir Kopi
MENITRIAU.COM - Sering saya berpikir ketika membuat secangkir kopi. Atau, saat memasak. Kadang muncul pertanyaan-pertanyaan. Adakah hormon dalam otak yang membuat kita tertarik minum kopi, atau mencicip rendang.
Kadang pas mencampur-campur (blending) bermacam-macam jenis kopi, jumlah, komposisi, dan tentu rasanya pikiran juga melayang-layang.
Kok cara bekerjanya mirip algoritma.
Anda lebih paham tentang konsep algoritma itu. Ia memainkan peran penting dalam berbagai bidang dan memiliki banyak aplikasi. Beberapa bidang utama di mana algoritma digunakan di zaman ini.
Algoritma membentuk dasar pemrograman komputer dan digunakan memecahkan masalah mulai dari penyortiran dan pencarian sederhana Termasuk tugas kompleks seperti kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin.
Juga digunakan untuk memecahkan masalah matematika, seperti menemukan solusi optimal untuk sistem persamaan linier atau menemukan jalur terpendek dalam grafik.
Seperti tampak pada mesin kopi, algoritma digunakan untuk mengembangkan sistem cerdas yang dapat melakukan tugas-tugas seperti pengenalan dan pemrosesan bahasa, dan pengambilan keputusan.
Mesin kopi bekerja sesuai instruksi yang saya berikan.
Ketika saya, misalnya, menekan simbol espresso , maka keluarlah secangkir kopi yang saya inginkan. Begitu juga, ketika tombol double espresso kutekan, keluar juga espresso ganda. Mesin itu sangat presisi. Dia tidak akan menambah air yang mengingkari program. Bahkan jika air diprogram keluar 18 gram, dia tak memberikan toleransi lebih atau kurang. Tentu berbeda ketika kita menuangkan air secara manual.
Cara Kerja Rumit
Cara kerja algoritma sebenarnya sederhana. Ketika kita memasukkan dua angka 6 dan 8, maka keluarlah angka 7. Ketika kita masukkan angka 112 dan 248, akan keluar angka 180.
Sebuah algoritma bukanlah kalkulasi khusus, melainkan metode yang diikuti ketika kita membuat kalkulasi.
Contoh yang lebih rumit bekerjanya algoritma seperti saat saya membuat rendang. Anda tahu, ini adalah jenis makanan berbahan daging dan menurut survei merupakan masakan paling enak di dunia.
Bahan:1 kg daging sapi has dalam, 2600 ml santan, 3 batang serai digeprek, 8 lembar daun jeruk, 5 lembar daun salam. Lalu, buatlah bumbu halus: 300 gr cabai keriting merah dan rawit, 300 gr bawang merah, 8 siung bawang putih, 1 sdt jinten, 1 sdt adas (pulowaras), 1 butir pala, 5 butir cengkeh, 3 butir kemiri, 1 sdt merica, 4 sdm ketumbar, seruas jahe, seruas lengkuas, seruas kunyit, garam dan gula secukupnya
Lalu kita mesti mengikuti prosedur berikutnya,
1. Potong-potong daging kira-kira 1 kg jadi 22 potong.
2. Masukkan santan kelapa ke dalam wajan, tambahkan serai, daun jeruk, daun salam dan bumbu halus. Masak di atas api kecil sambil terus diaduk perlahan. Cara mengaduknya seperti orang menimba. Santan diaduk di bagian permukaannya, diambil sedikit demi sedikit dengan sendok sayur. Timba-timba santan hingga mendidih sekitar 15 menit.
3. Masukkan daging, aduk-aduk hingga mendidih, kecilkan api. Beri garam dan gula secukupnya. Masak sampai santan mengental, aduk supaya tidak gosong.
4. Teruskan memasak dengan api kecil sampai rendang mengering dan berminyak.
Dan seterusnya. Anda bisa mengulangi lagi dengan resep sama, prosedur serta nyala api yang sama akan menghasilkan rasa yang sama pula. Begitu Anda ubah komposisi, rasa dari hasil proses itu juga berbeda.
Secangkir Kopi
Sebuah resep sendiri tak bisa membuat rendang. Ia butuh seseorang ahli untuk membaca resep, dan mengikuti langkah yang diresepkan.
Nah, demikian juga mesin kopi yang menampung algoritma itu dan akan mengikuti otomatis seluruh instruksi Anda.
Begitu Anda menekan tombol untuk secangkir kopi espresso, maka mesin secara otomatis akan melakukan sesuai instruksi. Dia akan menjatuhkan air dalam jumlah tertentu, menekan bubuknya sesuai program yang sudah ditempelkan di mesin itu.
Maka, dengan mesin yang sama, bahan kopi yang sama, tekanan bar yang sama, akan keluar rasa kopi yang sama.
Hebatnya, manusia adalah algoritma yang tidak menghasilkan beribu gelas kopi, melainkan tiruan-tiruan dari mereka sendiri.
Jika seorang barista menekan kombinasi tombol yang tepat, mesin akan menghasilkan rasa kopi yang sama.
Algoritma yang mengendalikan mesin-mesin kopi bekerja dengan gir-gir mekanik, dan tentu saja sirkuit elektrik. Sedangkan algoritma yang mengendalikan manusia bekerja dengan emosi-emosi, pikiran-pikiran, dan juga sensasi-sensasi.
Algoritma seperti inilah yang sebenarnya mengendalikan manusia untuk bertahan, dan berkembang biak. Yang paling rumit dari algorima manusia adalah bagaimana sesungguhmya manusia mengalkulasi probabilitas.
Anda, atau saya, tak mampu mengukur probabilitas rasa dari secangkir kopi yang ditawarkan. Kecuali Anda pernah mendengar sensasinya, atau merasakan. Maka, Anda akan diuji lewat penciuman hidung dan kepekaan rasa lidah Anda.
Semakin Anda punya pengalaman merasakan kopi yang pernah Anda seduh, dalam kurun waktu tertentu, Anda akan menjadi seorang ahli. Bahkan berikutnya, hanya dengan merasakan aroma, Anda sudah bisa merasakan kualitas rasa.
Ketika komponen pikiran, emosi, dan sensasi pada diri Anda bertemu dengan secangkir kopi, beberapa saat kemudian nektar memprovokasi meneruskan minum, atau berhenti.***
*) Hendro Basuki, penikmat kopi. Tinggal di Gunungpati-Semarang, Jawa Tengah
Bagikan :







Email : redaksi@menitriau.com
(Sertakan Foto dan Data Diri Anda)