
Banjir Informasi Konstelasi Politik Pemilu 2024
Pemilu serentak tahun 2024 agaknya tidak lagi menjadi semata-mata menjadi pertarungan politik yang klasik dimana biasanya diwarnai oleh anasir ideologi atau sikap politik, pakem maupun yang melibatkan basis massa komunal tertentu.
Namun telah bergeser pada pakem pertarungan dari segi konten informatif. Artinya seorang calon yang maju baik sebagai calon presiden/wakil presiden, calon anggota DPR RI, calon anggota DPRD Propinsi/kabupaten/kota dituntut harus mampu mengemas dirinya menjadi bagian yang ditranformasikan dalam kemasan konten digital.
Sehingga ada kesan, bagi masyarakat tidak begitu menjadikan sejauh mana pengalaman politik seseorang, sejauh mana kiprahnya dalam kehidupan berbangsa bernegara dan sebagainya sebagai alasan untuk memilih.
Namun lebih dari dasar rasa like atau dislike seperti halnya mencontengkan tanda subscribe atau unsubscribe saja. Di sinilah pentingnya sejauh mana kemasan tampilan, konten itu dilakukan.
Ini tidak terlepas dari kenyataan yang menunjukkan bahwa masyarakat semakin melek dengan akses informasi berbasiskan digital.
Hasil survey Indeks Literasi Digital Tahun 2022 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan terjadinya peningkatan dibandingkan tahun 2021.
Dari sebelumnya 3,49 menjadi 3,54 angka agregat demikian siaran pers Kominfo pada Rabu 1 Februari 2023. Posisi masyarakat Indonesia dalam literasi digital disebut berada di angka rangka-rata 3,54 dari indeks 1-5 atau dengan indikasi sedang.
Memang ada yang berpendapat bahwa tingkat literasi digital tersebut jika diprosentasekan hanya sebesar 62 persen dan dianggap rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70 persen.
Meskipun demikian fakta ini menjadi hal yang mengembirakan mengingat ditengah masih terbatasnya akses infrastruktur penunjang digital yang tersedia.
Terutama di daerah yang dikategorikan sebagai daerah terluar, perbatasan yang masih dihadapkan dengan persoalan infrastruktur yang belum begitu maksimal dari segi pembangunan akses jalan, jembatan, fasilitas publik apalagi fasilitas penunjang yang berkaitan dengan sarana prasarana teknologi informasi dan telekomunikasi.
Menariknya meskipun fasilitas untuk publik terhadap akses umum keberadaan teknologi informasi dan komunikasi masih perlu ditingkatkan, dengan indikasi misalnya masih minimnya ketersediaan wifi gratis bagi masyarakat, saluran informasi yang cepat dan terbuka untuk diakses langsung oleh masyarakat kenyataannya pada tahun 2022, lebih dari 67 persen penduduk Indonesia telah memiliki telepon seluler.
Pada publikasi Statistik Telekomunikasi Indonesia 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional per-31 Agustus 2023 menunjukkan menurut data dari pendataan survei susenas 2022, terdapat 66,48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet pada tahun 2022. Ini mengalami peningkatan dari sebelumnya yakni pada tahun 2021 yang dikisaran 62,10 persen.
Tingginya penggunaan internet ini masih menurut BPS, mencerminkan iklim keterbukaan informasi dan penerimaan masyarakat terhadap perkembangan teknologi dan perubahan menuju masyarakat informasi.
Tingginya jumlah pengguna internet di Indonesia tidak terlepas dari pesatnya perkembangan telepon seluler.
Pada tahun 2022 tercatat 67,88 persen penduduk di Indonesia telah memiliki telepon Seluler. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2021 yang mencapai 65,87 persen.
Tidak menjadi rahasia umum lagi bahwa penguna seluler di Indonesia sangat tinggi, bahkan Indonesia adalah pangsa pasar yang besar menjadi lirikan dari produsen besar ponsel di dunia.
Penguna seluler inipun dalam kenyataannya, berkaitan dengan interaksi digital tersebut memiliki animo yang luar biasa.
Ini ditandai dengan kecenderungan bagi penguna seluler untuk tidak cukup dengan hanya memiliki satu handphone saja.
Sejumlah penelitian populer menyimpulkan adanya tren bagi sebagian masyarakat untuk mengantongi minimal dua handphone pada satu kesempatan sekaligus. Bagi pejabat publik, apalagi konten creator memiliki banyak seluler//gadget/gawai dalam satu kesempatan seolah merupakan suatu keharusan.
Berbagai alasan menjadi penyebab seperti pembagian antara kebutuhan kerja dan kepentingan pribadi, sebagai pembandingan spesifikasi, untuk gaya, pemenuhan spek antar handphone, optimalisasi terhadap tuntutan kerja, tingginya intensitas komunikasi sekaligus keperluan mengakses informasi sekaligus dan sebagainya. Ada kecenderungan lain yang membuat seolah penguna atau pengakses digital di Indonesia membludak, yakni pengunaan alamat elektronil (email) yang tidak satu.
Terlepas dari kenyataan tentang pengunaan seluler yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat semakin terbuka dengan akses digital. Baik lewat pengunaan selular di ruang privat maupun pengunaan perangkat lain yang tersedia di ruang publik.
Jika mengunakan teori dua sisi mata pisau, tentu saja fenomena ini memiliki persfektif positif dan negatif.
Dari segi negatif adalah membanjirnya arus informasi yang berpotensi tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Masyarakat yang sudah terlanjur mengakses informasi tersebut pada akhirnya akan mempercayai apa yang mereka lihat, saksikan, atau serap dari informasi yang tersedia.
Akibatnya terjadi polarisasi yang bisa berdampak buruk pada disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disisi lain seperti yang diperkirakan terjadi kecenderungan penurunan interaksi sosial langsung karena banyak waktu yang dihabiskan untuk menikmati seluler sendiri. Dibandingkan melakukan interaksi yang bersifat langsung.
Dari segi mental maupun fisik tentu memberikan pengaruh yang buruk juga karena dipastikan dengan pengunaan akses digital yang semakin intens membuat mobilitas menurun. Pada akhirnya berdampak pada kesehatan. Diperkirakan masih banyak dampak buruk lain yang bisa terjadi jika tidak disikapi dengan bijak terkait dengan durasi berselancar di dunia maya ini.
Tapi tentu saja tidak bisa dipungkiri ada dampak positif yang bisa diperoleh, dimana dalam kaitannya dengan pemilu 2024 menurut hemat penulis adalah adanya tawaran saluran informasi yang semakin kaya, beragam dan komplek.
Hari ini kita bisa melihat langsung bagaimana orang, pelaku politik langsung atau politikus, pengamat, ahli-ahli saling melemparkan pendapat di ruang publik. Hal itu dimudahkan untuk diakses dengan saluran kanal resmi, maupun media sosial non mainstream. Banyak pilihan kanal, saluran youtube, podcast yang menampilkan beragam persfektif terkait dengan gonjang ganjing politik yang notabene tentunya berujung pada pemilu 2024.
Hari ini seolah tanpa saringan, setiap tokoh bebas berbicara tentang peta politik yang terjadi. Kita bisa melihat, mendengar langsung apa saja permasalahan, dapur persoalan yang tengah terjadi. Begitu terbuka. Sekali lagi begitu terbuka, kalau tidak bisa dikatkaan vulgar. Pada sejumlah kesempatan bahkan ada yang terkesan tendensius.
Ini tentunya menjadi informasi yang semakin memperkaya referensi bagi masyarakat dalam menakar setiap calon yang akan mereka pilih pada pemilu serentak nanti.
Perang yang terbuka itu tidak lagi berada di ruang politik elit. Dimana kalau dulu masyarakat seolah harus menunggu pengumuman resmi, baru bisa memahami ada keputusan politik, arah politik seperti apa yang tengah terjadi di kancah nasional. Sebaliknya, pada hari ini masyarakat dapat mengabsorsi langsung lewat keterangan-keterangan baik yang disampaikan langsung oleh tokoh tersebut, maupun oleh pengamat-pengamat, pelaku yang bersinggungan dengan tokoh sentral dan sebagainya.
Kisah masuknya seorang tokoh ke partai tertentu misalnya, terkait dengan itu masyarakat mendapatkan beragam ulasan dari berbagai persfektif. Intinya hal itu semakin memperkaya informasi yang ada di arus bawah.
Begitu juga terkait kecenderungan politik seorang Jokowi misalnya, terdapat berbagai ulasan yang menarik, sebagian pendapat semakin menguat dan menemukan kebenarannya sebagian pendapat yang lain tidak terbukti kebenarannya.
Tapi terlepas dari itu semua, masyarakat seolah semakin dimanjakan dengan suguhan informasi yang ada.
Tinggal sekarang bagaimana dengan banijrnya arus informasi terkait dengan kontestasi politik menjelang pemilu 2024 itu dapat disikapi dengan arif bijaksana oleh masyarakat sehingga menjadi referensi berharga sebelum menjatuhkan pilihan pada figur tertentu yang tentunya dirasakan sebagai tokoh yang terbaik untuk bangsa ini. ***
*) Zulfadhli, penulis Wartawan Harian Riau Pos, Menyukai Isu Kepemiluan dan Soal Sastra.
Zulfadhli, merupakan wartawan harian Riau Pos di wilayah Kabupaten Rokan Hilir (Rohil)-Riau. Meraih nominator Ganti Award (2006) dengan judul Novel "Kehilangan Jembalang", meraih Anugerah Jurnalistik Sagang (2012).
Meraih terbaik Kabupaten/Kota Lomba Karya Tulis Jurnalistik SKK Migas Sumbagut (2020), Juara I Lomba Karya Tulis TMMD ke-111 T.A 2021, Juara III Lomba Artikel Jurnalistik Polres Rohil Dalam Rangka Hut Bhayangkara ke-77 tahun 2023.
Menerbitkan "Buku Kumpulan Cerita Rakyat Pesisir," bersama penulis Murkan Muhammad (2007), manuskrip puisi "Kampung Halaman" terbitan Garudhawaca (2017).
Antologi Puisi Hari Pers Nasional (HPN) 2020 "Menatap Tubuhmu - di Belukar Bakau", Antologi Puisi wartawan HPN 2022, "Pintu Langit" dan Antologi Cerpen wartawan HPN 2022, "Di Sebuah Pasar Desa".
Sejumlah karya tulisnya berupa cerpen, puisi maupun artikel dipublikasikan di sejumlah surat kabar seperti Riau Pos, majalah Sagang, tirastimes, riausastra, ngewiyak.com, nalarpolitik.com, haluankita.com dan lain-lain.
Bagikan :







Email : redaksi@menitriau.com
(Sertakan Foto dan Data Diri Anda)